Selasa, 27 Januari 2015

Not A Story About Kue Lumpur



Not A Story About Kue Lumpur

“Food can change the world because everyone in this world need eat”
Anime’s cooking master boy.

If I remembered something who related about food, I wouldn’t know, why I always related to anime’s “cooking master boy”. Do you know that anime? Yaps, anime considerable boom in the 2000s, this anime is quite impressive in my brain.
Talk about food, I’m sure everyone loves to eat especially if the food has a good taste plus homemade or it made by people we love. By the way, talk about food, do you ever make your food? Minimum for ourselves alone. Poor as poor as your experience with cooking, of course you had a story about your experience with cooking. So, this time, I will tell you my story about experience cooking when I cooked “kue lumpur”.
In the fact, I don’t know why the pastry called with kue lumpur, but supposedly called like that because of its soft and smooth texture like as mud.

Ingredients who needed:
(500 g) flour
(250 g) potatoes steamed and mashed
(850 ml) liquid milk
margarine
(4 items) chicken eggs
(250 grams) granulated sugar
(½ tsp) salt
(½ tsp) vanilla
topping:
raisins
young coconut meat
meses
cheese, etc.

note:
the measure on the list can be you adjusted with your needed.
The topping on your pastry also can you modify with your taste.

How to make:
1.   Stir eggs, granulated sugar, salt, vanilla until blended
2.   Pour potatoes had smoothly and stir until blended
3.   Pour flour little by little into the batter, stirring until blended
4.   Pour liquid milk little by little into the mixture, stirring until blended
5.   Heat the mold cake and spread with margarine
6.   Pour the batter and cook for 1-2 minutes
7.   Add topping who you like on your cake that has a half baked
8.   Cook cakes for 2-3 minutes or when the top of your cake has begun solid
9.   Removed and serve
 
That the simple the way to made kue lumpur. I hope so. If you wanna try, I suggest you to right measure the flour and potatoes because if the measure aren’t right, the taste will different with the kue lumpur sold in the market. I hope you can get some information or may be you interested to try it in your home.
The last for me, cooking or making something do you want, don’t worry about the result, but important for all you can cooking something with your heart and make your someone or yourselves happy and enjoy it.

 
Sorry if this article not good or make you bored and if my language is very bad or difficult for you to understand what I mean. I apologize for that. I just wanted to try my skills because I have long not learn English. I was very pleased if anyone wants correcting my writing. Thank you. 


----------------------------------------------------------------
"This paper is dedicated to meet the challenges of the Holiday Challenge part 2 of KOMBUN themed culinary story"

Jumat, 23 Januari 2015

AKU INI SIAPA!



Aku ini siapa!

Jadi begini rasanya
Bahkan menangispun tak mengobati lukanya
Ya ampun
Bahkan melupakannya hanya menambah perih
Mana yang teman sekarang?
Meninggalkan tanpa izin
Datang tanpa diundang
Ya sudah lupakan saja
Toh aku ini siapa?
Sakit rasanya
Aku ini dianggap apa?
Beribu jalan telah ku tempuh
Beribu keringat telah kau raup
Beribu derita telah kau toreh
Beribu kenangan telah kau buat
Tapi sejuta sakit dalam semalam telah kau gores
Taukah kau?
Bahkan untuk menatapmu saja aku harus menangis
Apalagi berada di sisimu
Apa aku harus mati?
Ya baiklah
Abaikan saja aku
Toh aku ini siapa?
Bagai punuk merindukan bulan
Bagai aku selalu menantimu
Begitu hinanyakah diriku?
Tak bergunanyakah aku?
Bahkan untuk terlihat di matamu saja aku tak bisa
Bahkan semua kesedihanku pun tak pernah terlihat di matamu
Yah memangnya siapa aku?
Marahpun harus pada siapa?
Menangispun untuk apa?
Kecewa hanya kecewa
Begitu naifkah diriku?
Apa 2 tahun kasihku tak cukup untukmu
Apa 2 tahun tak cukup
Apa 2 tahun begitu singkat
Apa 2 tahunku dapat tergantikan oleh 1 tahunya dia
Apa kasihku masih begitu rendah
Apa perjuanganku tak pernah sebanding dengannya
Apa aku begitu menjijikan
Yahhh memangnya siapa aku ini?
Bahkan kau pun mungkin tak tahu bagaimana menulis namaku
Beribu pertanyaan ingin ku ajukan
Beribu baik cinta ingin ku sampaikan
Beribu usaha ingin ku kerahkan
Hanya demi melihat senyummu
Tapi siapakah aku?
Aku hanya delusi mu
Bahkan menjadi tempat sampahmu pun aku tak mampu
Yahh aku ini siapa?
Siapa yang dengan bodohnya masih bertahan di sisimu
Siapa yang dengan naifnya masih setia untuk menolongmu
Siapa yang bahkan telah dikecewakan masih menanti dilihat oleh mu
Siapa yang bahkan meninggalkan tempat yang mengagungkannya demi berada di sisimu
Siapa yang rela dihina oleh orang lain demi dirimu
Siapa yang bahkan rela mempermalukan dirinya demi dirimu
Siapa yang bahkan rela menghabiskan waktunya hanya untukmu
apa itu pun tak pernah kau lihat
tapi kenapa?
bahkan dia yang tak pernah ku lihat di sisimu bisa kau pilih
bahkan aku yang telah menangis juga tak mampu menggugah hatimu
bahkan aku yang telah mengorbankan semuanya juga tak kau anggap
lalu kau anggap aku ini apa?
Begitu hinakah diriku bahkan untuk kau ingat
Hanya diingat, apa tak pantas?
Kau bilang kita teman
Kau bilang jangan egois
Tapi tak bisakah kau lihat dirimu
Bahkan aku yang mati-matian disini
Tapi selalu aku yang tersakiti
Selalu dihinakan
Selalu diabaikan
Apa salah kalau aku hanya ingin kau lihat
Tidak, cukup aku terbesit diingatanmu saja saat kau butuh
Apa itu juga tidak bisa?
Ya tuhan, memangny siapa aku ini?
Terlalu naifkah aku ini
Terlalu egoiskan aku ini
Menginginkan dilihat bahkan olehmu
Yang bahkan kini sedang melihat indahnya alam bersamaorang lain
Aku menangis di sini sendiri
Sedangkan kau tertawa gembira di sana bersamanya
Berhari-hari kau pergi
Bahkan tak mengabari
Beribu rencana kau susun
Bahkan tak pernah ada aku di dalamnya
Berpuluh-puluh foto kau unggah
Bahkan tak ada aku yang kau sebut
Berkilometer jalan yang kau tempuh
Bahkan tak ada aku yang menemani
Sejuta pesona kau bagikan
Tapi tak pernah kau sisakan sedikitpun untukku
Yahhh aku ini siapa?




Sabtu, 17 Januari 2015

FREEDOM WRITERS, I'm home!



RESENSI FILM FREEDOM WRITERS


Judul                : Freedom Writers
Sutradara         : Richard LaGravenese
Produksi          : Paramount Pictures
Tahun               : 2007
Berdasarkan    : The Freedom Writers Diary
Genre              : Drama
Durasi             : 122 Menit
Pemain            
  • Hilary Swank sebagai Erin Gruwell
  • Scott Glenn sebagai Steve Gruwell
  • Imelda Staunton sebagaiMargaret Campbell
  • April Lee Hernandez sebagai Eva Benitez
  • Mario sebagai Andre Bryant
  • Jaclyn Ngan sebagai Sindy Ngor
  • Hunter Parrish sebagai Ben Daniels
  • Deance Wyatt sebagai Jamal Hill
  • Antonio Garcia sebagai Miguel


 Freedom Writers merupakan film bergendre drama yang diangkat dari kisah nyata berdasarkan buku The Freedom Writers Diary karya Erin Gruwell yang ditulis oleh murid-murid yang berada di ruang 203 Woodrow Wilson H.S Long Beach, California, Amerika Serikat.. Film yang disutradarai oleh Richard LaGravenese ini bercerita tentang perjuangan seorang guru di wilayah New Port Beach, Amerika Serikat untuk memunculkan motivasi dan mengubah paradigma siswa di kelasnya yang keliru mengenai kehidupan antarras. Dikisahkan, Erin Gruwell yang merupakan seorang guru baru yang memiliki idealisme tinggi mengenai pendidikan yang  mampu membebaskan anak dari ‘peperangan’ di masyarakat yang masih menganut paham rasis yang tinggi datang ke Woodrow Wilson High School sebagai guru Bahasa Inggris untuk kelas khusus anak-anak korban perkelahian antargeng rasial.

“… kau membela anak-anak di ruang sidang, pertempuran sudah berakhir. Aku pikir perkelahian yang sebenarnya harus terjadi di ruang kelas.”

Erin Gruwell mempunyai impian yang indah tentang murid-murid yang akan dididiknya kelak, ia akan memberikan pelayanan pendidikan yang layak bagi murid-murid karena menurutnya tindakan tepat untuk menolong anak-anak bukanlah dengan membela mereka di ruang sidang, tetapi membantu mereka melalui pendidikan untuk melawan kebodohan. Namun, pada hari pertamanya mengajar, ia menyadari bahwa impiannya tidak akan mudah terwujud, dimana murid-murid di ruang 203 sangat sensitif terhadap perkelahian antargeng rasial. Kesalahpahaman kecil saja mampu membuat mereka berkelahi, bahkan mereka duduk berkelompok berdasarkan ras nya masing-masing dan tidak mau duduk di kelompok ras yang berbeda. Belum lagi, rendahnya dukungan baik berupa motivasi maupun sarpras dari pihak sekolah terhadap murid-murid di kelas 203. Hal ini dikarenakan pihak sekolah beranggapan pemberian pelayanan yang layak bagi murid-murid yang bahkan tidak mau berada di sekolah ini hanya akan sia-sia dan hanya merusak sarpras sekolah saja.
Menyadari hal tersebut, Erin Gruwell melakukan berbagai cara agar dapat menyajikan pelajaran agar dapat membantu mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak, berbagai cara mengajar yang unik pun mulai diterapkannya, mulai dari memberikan mereka buku The Diary of Anna Frank, menulis buku harian, belajar menggunakan musik melalui penyanyi terkenal yang disukai murid-murid di kelasnya, menyajak mereka mengujungi museum korban perang antarras, mendatangkan dan melakukan diskusi umum antara murid-muridnya dengan saksi hidup korban perang antarras, dan bahkan mendatangkan orang yang menulis kisah hidup Anna Frank untuk berdiskusi dengan murid-muridnya.
Namun, semua itu tentu tidaklah terwujud dengan perjuangan yang mudah, Erin Gruwellbahkan harus berkeja sambilan di beberapa tempat, seperti menjual bra di toko, bekerja di hotel dan perjuangan yang paling besar adalah dia harus rela diceraikan suaminya karena suaminya beranggapan bahwa dia kurang diperhatikan oleh istrinya dan dia merasa seakan-akan dialah istrinya karena dia lebih sering berada di rumah dibandingkan dengan Erin Gruwell. Selain Erin Gruwell, murid-murid di 203 ini pun melakukan perjuangan yang besar, bagaimana terjadinya pertemburan batin, apakah harus memilih kebenaran dengan resiko diacuhkan dari kelompoknya dan bahkan dapat mengancam nyawanya sendiri atau memilih kelompoknya, namun mengabaikan pihak-pihak yang tersakiti. Bagaimana murid-murid di ruang 203 belajar untuk mengenal teman-teman sekelasnya dan menghargai mereka sebagai ‘manusia’ yang sama hak dan kewajibannya. Hingga pada akhirnya, murid-murid di ruang 203 menjadi keluarga.
“…Aku menatap langit menunggu sesuatu terjadi. Ibuku sudah tak punya keluarga untuk diminta tolong, tak punya uang pemasukan. Mengapa repot-repot datang ke sekolah atau mendapatkan nilai bagus kalau kau tunawisma? Bus berhenti di depan sekolah, rasanya aku ingin muntah. Aku kenakan pakaian dari tahun kemarin, sepatu lama, tak ada potongan rambut baru. Aku terus berpikir aku akan ditertawakan. Sebaliknya, aku disambut oleh beberapa teman yang berada di kelas Bahasa Inggrisku tahun lalu. Dan itu kenyataanku Mrs. Gruwell guru Bahasa Inggrisku dari tahun lalu, sosok satu-satunya yang membuatku berpikir tentang harapan. Berbicara dengan teman-teman tentang kelas Bahasa Inggris tahun kemarin dan tour kami aku mulai merasa lebih nyaman. Kuterima jadwalku dan guru pertamaku adalah Ibu Gruwell di ruang 203. Aku melangkah ke dalam ruang dan merasa seoalah-olah semua masalah dalam hidup tak begitu penting lagi. Aku pulang ke rumah.”

“Aku selalu merasa sendirian, diremehkan, dan terbuang di lingkungan rumahku sendiri, tapi saat berada di kelas Bahasa Inggris bersama Bu Erin, aku merasa berada di dalam rumah bersama keluargaku sendiri. Terima kasih Bu Erin”


Film ini cukup baik untuk ditonton oleh dewasa dan remaja yang telah berusia 17 tahun tentunya. Kenapa harus yang sudah 17 tahun? Karena pada beberapa scene akan tergambar adengan kekerasan seperti perkelahian antarsiswa dan antargeng, menggunakan sentaja api untuk mengancam orang bahkan membunuh orang. Pada film ini, adegan kekerasannya cukup terlihat jelas dan terdapat pada scene-scene awal, walaupun adegannya tidaklah begitu parah/dramatis. Selain itu, terdapat pula adegan yang berbeda dengan kultur ketimuran kita, yaitu adegan ciuman atau berpelukan antara lawan jenis yang kurang baik bila ditonton oleh anak-anak. Film ini juga recommended untuk calon guru atau bahkan guru senior karena film ini adalah menggambarkan dengan baik bagaimana perjuangan guru yang tak pernah lelah untuk memotivasi siswa, bahkan hingga sang guru harus mengorbankan pernikahannya karena sang suami merasa istrinya kurang perhatian kepadanya. Dari film ini juga kita akan merasa tersentil karena kita sering kali mengganggap bahwa kita adalah orang yang paling benar dan kelompok kita adalah yang terbaik daripada kelompok lain yang sejenis, padahal kita maupun kelompok kita ada karena kita saling melengkapi dan seharusnya saling melindungi untuk menciptakan peradaban yang lebih baik tanpa harus membedakan kita dari kelompok, suku, warna kulit, latar belakang keluarga mana pun karena kita semua sama di mata pendidikan dan bahkan dunia. Selain itu, film ini juga dapat menumbuhkan motivasi atau membangkitkan lagi idealisme sebagai tenaga pendidik agar lebih profesional lagi dan selayaknya memandang bahwa setiap individu itu unik, tak ada yang bodoh ataupun nakal, lingkunganlah dan keluargalah yang banyak mempengaruhinya. Oleh karena itu, guru selayaknya ‘lentera dalam kelas’ harus mempu membimbing mereka ke arah yang lebih baik. Namun, yang paling terpenting dari film ini adalah bagaimana seorang guru mampu ‘menyentuh hati’ para muridnya, sehingga mereka mampu merasa bahwa mereka diakui dan di kelas ini lah mereka mempunyai keluarga.
Kata-kata yang cukup menyentil manusia akan apa yang ditinggalkannya kelak di dunia ini dan telah disampaikan dengan dalam film ini, yaitu:

“Kau ingin tahu bagaimana jika kau mati? Kau akan membusuk di dalam tanah sementara orang lain akan tetap hidup dan mereka akan melupakanmu. Jika kau membusuk dalam tanah apakah penting lagi diakui sebagai seorang gangster sejati? Jika kau mati, tidak akan ada orang yang akan mengingatmu karena yang kau tinggalkan di dunia ini hanyalah kebencian berupa karikatur rasis seperti ini!”


Star rating yang saya berikan untuk film ini adalah :


--------------------------------------------------
"Tulisan ini dipersembahkan untuk memenuhi tantangan Holiday Challenge part 1 yang bertemakan menulis resensi film"

Pengikut