A.
Prinsip-prinsip
Penilaian dalam Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran
adalah suatu kegiatan terencana untuk mengetahui keadaan suatu proses
pembelajaran dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur tertentu,
sehingga dapat diperoleh informasi yang tepat sebagai dasar dari pembuatan
suatu kesimpulan atau keputusan. Evaluasi pembelajaran memiliki fungsi utama
untuk menelaah sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran pada siswa yang
telah dijalani dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Dalam melaksanaan evaluasi
pembelajaran ini, tentu harus dilakukan dengan tepat dan cermat, agar dapat
terhindar dari penyimpangan atau kesalahan dalam pembuatan kesimpulan dan
pengambilan kesimpulan, karena bila terjadi kekeliruan tidak hanya merugikan
kesempatan belajar siswa, tetapi mungkin pula akan merugikan kesempatan dalam
aspek-aspek kehidupan siswa lainnya, seperti kesempatan kerja dan kedudukan
sosial. Yang mengalami kerugianpun tidak hanya siswa seorang, namun juga orang
lain, seperti keluarga dan masyarakat atau bahkan negara, karena masyarakat
tentunya mengharapkan terlahirnya seorang pemimpin bangsa yang dapat membawa
perubahan positif di masyarakat, dan para pemimpin tersebut hanya dapat terlahir melalui sistem pendidikan yang baik.
Oleh karena itu,
proses penilaian haruslah berjalan dengan baik dan hasilnya dapat dijadikan
patokan dalam membuat suatu kesimpukan objektif dan tepat, sehingga dalam
pelaksanaan penilaian haruslah didasarkan pada suatu dasar atau prinsip-prinsip
penilaian.
Berikut ini merupakan
prinsip-prinsip penilaian dalam
evaluasi pembelajaran :
1.
Keterpaduan
Kegiatan
penilaian berkaitan erat dengan kegiatan pengajaran atau penilaian tidak dapat
dipisahkan dengan pengajaran. Dalam melakukan penilaian harus diperhatikan tujuan-tujuan instruksional dan atau ruang
lingkup bahan ajar yang diterima siswa. Setiap butir soal yang dibuat harus
sesuai dengan bahan ajar yang akan disampaikan/diajarkan kepada siswa. Oleh
karena itu, evaluasi merupakan bagian terpadu dari keseluruhan program
pengajaran.
2.
Kelengkapan
Agar
penilaian yang dilakukan dapat memberikan informasi yang memadai, maka perlu
dilakukan penilaian secara menyeluruh sesuai dengan tujuan penilaian dan ruang
lingkup bahan ajar yang akan disampaikan, serta teknik dan instrumen yang akan
digunakan. Bila ditinjau dari aspek perilaku, penilaian harus mencangkup
keseluruhan bahan ajar dan kedalaman tingkah laku siswa yang ditampilkannya.
Namun, tidak semua bahan ajar harus disampaikan, tetapi aspek-aspek yang
dinilai hendaknya mewakili seluruh bahan ajar. Sedangkan, bila ditinjau dari
teknik dan instrumennya, prinsip kelengkapan ini menunjukan bahwa penilaian
hendaknya menggunakan berbagai teknik dan instrument yang menunjang kevalidan
dari hasil penilaian (menunjang proses penilaian). Namun, dalam praktiknya bisa
saja digunakan satu tenik dan instrument dalam melakukan penilaian, karena yang
terpenting hasil penilaian dapat mengungkapkan data atau informasi secara
lengkap sesuai dengan yang diperlukan.
3.
Kesinambungan
Untuk
memperoleh pemahaman mengenai data yang memadai tentang kemajuan belajar siswa,
diperlukan adanya suatu program penilaian yang berkesinambungan/berkelanjutan
yang dilakukan seiringan dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Penilaian
yang berkesinambungan perlu dilakukan karena manusia merupakan makhluk dinamis,
yang senantiasa mengalami perubahan baik dalam hal prestasi akademik maupun
emosional. Prestasi belajar siswa bisa saja meningkat atau malah sebaliknya,
hal ini tergantung pada intensitas belajar siswa, perkembangan psikologis dan
faktor lainnya. Sehingga, hasil penilaian dari suatu waktu, tidak dapat
dijadikan patokan permanen (menjadi pedoman) terhadap penilaian selanjutnya,
sebab bahan ajar, suasana belajar, perkembangan psikologis siswa yang merupakan
faktor yang mempengaruhi siswa juga harus dipertimbangkan, karena faktor-faktor
ini senantiasa mengalami perubahan. Oleh karena itu, evaluasi
yang dilakukan berkali-kali, berguna agar guru memperoleh gambaran yang jelas
mengenai siswa.
4.
Objektifitas
Untuk
melakukan penilaian yang tepat haruslah didasarkan pada data yang objektif
tentang kemajuan belajar siswa, karena hasil penilaian harus menggambarkan
keadaan siswa sebenarnya, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa.
Evaluasi didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas tanpa
dipengaruhi oleh subjektivitas, perbedaan latar belakang, agama, sosial-ekonomi,
budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional. Agar hasil penilaian objektif, gunakan berbagai alat penilaian dan
sifatnya komprehensif.
5.
Relevansi
Bahwa
pengambilan keputusan penilaian harus didasarkan pada data yang relevan atau
data yang dijadikan acuan harus sesuai dengan tujuan penilaian. Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai,
materi penilaian , alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian, biasanya
patokannya berupa kurikulum ataupun silabus. Oleh karena itu,
harus ada kesesuaian antara tujuan penilaian, data yang dijadikan dasar
pengambilan keputusan, dan instrument yang digunakan.
6.
Keteraturan
Untuk
melaksanakan evaluasi ada seperangkat aturan dan urutan yang perlu diikuti,
sehingga hasil penilaian dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum melakukan
penilaian, haruslah mengetahui dan memperhatikan prosedur dan langkah-langkah
penilaian. Penilaian tidak dapat dilakukan sebelum diperoleh data yang
benar-benar dapat dipercaya dan kita tidak dapat memperoleh data yang memadai
bila tidak mengetahui instrumen penilaian. Instrumen penilaian tidak dapat
dikembangkan dengan baik, bila tidak mengetahui tujuan penilaian dan aspek-aspek
perilaku yang semestinya dinilai.
7. Transparansi
Penilaian hendaknya harus dilakukan secara jujur agar
mudah dipahami, sehingga hasilnya dapat di tindak lanjuti dan diketahui oleh
pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar merupakan
bagian integral (patokan) dalam proses belajar mengajar.
B.
Alat-Alat
Penilaian
Dari segi alatnya,
penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik tes dan
teknik bukan tes (nontes). Berikut ini, merupakan penjelasannya:
1. Teknik
Tes
Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban
secara lisan), ada tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes
tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang
disusun dalam bentuk objektif, ada juga yang dalam bentuk esai atau uraian.
Tes
adalah suatu alat pengumpul data yang bersifat resmi karena penuh dengan
batasan-batasan. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil
belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan
bahan pelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Namun tes juga
dapat digunakan untuk menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.
Ada
dua jenis tes yang akan dibahas, yakni tes uraian atau tes essai dan tes
objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian
berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk
pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan,
dan isian pendek atau melengkapi.
a. Tes
uraian (tes subjektif)
Secara
umum, tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk
menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan
kata-kata dan bahasa sendiri.
Bentuk tes uraian dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1) Uraian
bebas (free essay)
Dalam uraian bebas
jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri
karena pertanyaannya bersifat umum.
Kelemahan tes ini
ialah guru sukar menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan kriteria
penilaian, sangat subjektif karena tergantung pada gurunya sebagai penilai.
2) Uraian
terbatas
Dalam bentuk ini
pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan
tertentu. Pertanyaan sudah lebih spesifik pada objek tertentu.
3) Uraian
berstruktur
Uraian berstruktur
merupakan soal yang jawabannya berangkai antara soal pertama dengan soal
berikutnya, sehinga jawaban di soal pertama akan mempengaruhi benar-salahnya
jawaban di soal berikutnya. Data yang diajukan biasanya dalam bentuk angka,
tabel, grafik, gambar, bagan, kasus, bacaan tertentu, diagram, dan lain-lain.
Kebaikan-kebaikan tes uraian:
1. Mudah
disiapkan dan disusun
2. Tidak
banyak memberikan kesempatan untuk berspekulasi atau menduga-duga
3. Mendorong
siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat
yang bagus
4. Member
kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan
caranya sendiri
5. Dapat
diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.
Kelemahan-kelemahan tes uraian:
1. Kadar
validitas dan reabilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari
pengetahuan siswa yang betul-betul dikuasai.
2. Kurang
mewakili seluruh bahan pelajaran karena soalnya hanya beberapa saja.
3. Cara
memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur subjektif.
4. Pemeriksaannya
lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari
penilai.
5. Waktu
untuk koreksinya lebih lama dan tidak dapat diwakilkan orang lain.
b. Tes Objektif
Tes
objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif.
Dalam penggunaan tes objektif jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak
daripada tes essay.
Macam-macam
tes objektif:
1)
Tes
benar-salah (true- false)
2)
Tes
pilihan ganda (multiple choice test)
3)
Tes
menjodohkan (matching test)
4)
Tes
isian (completion test)
Kebaikan
tes objektif:
1. Lebih
mewakili bahan ajar karena soalnya lebih banyak
2. Lebih mudah dan cepat cara membacanya karena terdapat
jawabannya sudah disediakan, tinggal memilih saja
3. Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain
4. Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang
mempengaruhi.
Kelemahan
tes objektif:
1.
Persiapan
untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes essai
2.
Soal-soalnya
cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, dan
sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi
3.
Banyak
kesempatan untuk main untung-untungan
4.
Kerjasama
antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka
2.
Teknik
bukan tes (Non tes)
Hasil belajar dan proses tidak hanya dinilai oleh tes,
tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non tes atau bukan tes. Penggunaan non
tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat
terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan proses
belajar. Para guru disekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes daripada
bukan tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis dan yang
dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh
siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Berikut ini penjelasan dari alat bukan tes atau nontes:
a. Wawancara
Wawancara
adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu wawancara bebas dan wawancara terpimpin.
b. Kuesioner
Kuesioner
sering disebut juga angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang
harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi:
1) Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:
a) Kusioner Langsung
b) Kuesioner Tidak Lansung
2) Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas:
a) Kuesioner Tertutup
b) Kuesioner Terbuka
c. Skala
Skala
adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, dan perhatian yang disusun
dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk
rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dibagi menjadi
dua, yaitu:
1) Skala Penilaian
Skala
penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalu
pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu katagori
yang bermakna nilai.
2) Skala Sikap
Skala
sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung(positif), menolak(negatif), dan
netral.
d.
Daftar
Cocok (Cheklist)
Daftar
cocok adalah deretan pernyataan(yang biasanya singkat-singkat) dimana responden
yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok(V) ditempat yang sudah
disediakan.
e. Observasi
Observasi
adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 jenis observasi yakni:
1) Observasi Langsung
2) Observasi Dengan Alat (Tidak Langsung)
3) Observasi Partisipasi
f. Sosiometri
Sosiometri
adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan dirinya, terutama
hubungan sosial siswa dengan teman sekelasnya. Sosiometri dapat dilakukan
dengan cara menugaskan kepada semua siswa dikelas tersebut untuk memilih satu
atau dua temannya yang paling dekat atau paling akrab. Usahakan dalam
kesempatan memilih tersebut agar tidak ada siswa yang berusaha melakukan
kompromi untuk saling memilih supaya pilihan tersebut bersifat netral, tidak
diatur sebelumnya. Tuliskan nama pilihan tersebut pada kertas kecil, kemudian
digulung dan dikumpulkan oleh guru. Setelah seluruhnya terkumpul, guru
mengolahnya dengan dua cara. Cara pertama melukiskan alur-alur pilihan dari
setiap siswa dalam bentuk sosiogram sehingga terlihat hubungan antar siswa berdasarkan
pilihannya. Cara kedua adalah memberi skor kepada pilihan siswa.
C.
Ciri-Ciri Alat Penilaian yang Baik
Dalam kegiatan pembelajaran, instrument penilaian yang
digunakan disebut alat ukur (instrument) yang disusun, dilaksanakan, dan diolah
berdasarkan aturan yang berlaku dalam pengukuran. Instrumen memegang peranan
yang sangat penting dalam menentukan mutu informasi suatu penilaian. Instrumen
berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika kualitas instrument
yang digunakan baik, maka data yang diperoleh sesuai dengan fakta sesungguhnya.
Instrument/alat penilaian memiliki beberapa ciri diantaranya :
11. Sahih (valid/validitas)
Instrument ini mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
validitas diartikan sebagai sifat benar, menurut bukti yang ada, logika
berfikir, atau kekuatan hukum. Menurut Diknas bahwa validitas adalah kemampuan
suatu alat ukur untuk mengukur sasaran ukurnya, sedangkan menurut wikipedia
Indonesia diterjemahkan kesahihan, kebenaran yang diperkuat oleh bukti atau
data. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sisi
lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat
ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat, tetapi juga
harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Dengan demikian,
kata valid sering diartikan dengan tepat, benar, sahih, absah sehingga kata
valid dapat diartikan ketepatan, kebenaran, kesahihan, atau keabsahan. Menurut
Anas Sujiono apabila kata valid dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat
penilaian, maka tes dikatakan valid adalah apabila tes tersebut dengan secara
tepat, secara benar, secara sahih, atau secara absah dapat menilai apa yang
seharusnya dinilai, dengan kata lain tes dapat dikatakan telah memiliki
validitas apabila tes tersebut dengan secara tepat, benar, sahih atau absah
telah dapat mengungkap atau menilai apa yang seharus diungkap atau dinilai
melalui tes tersebut.
Suatu
skala atau instrumen penilaian dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi penilaiannya atau memberikan
hasil penilaian yang sesuai dengan maksud dilakukannya penilaian tersebut,
sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak
relevan dengan tujuan penilaian. Validitas adalah kesahihan pengukuran atau
penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan
berbagai cara atau metode sebagai berikut:
a) Pengukuran
produktivitas (productivity) yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan
indikator yang tepat yang berhubungan dengan variable
b) Predictive
validity yaitu derajat kemampuan penilaian dengan peristiwa yang akan dating
c) Construct
validity yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai dengan alat
penilaian yang dipakai dalam penelitian tersebut.
22. Konsisten (reliable/reliabilitas)
Hasil pengukuran selalu konsisten bila
dilaksanakan pada siswa yang sama dalam waktu dan kondisi yang berlainan, atau
dengan instrument yang paralel pada subjek dan waktu yang sama, akan memberikan
hasil yang tetap, konsisten, “ajeg” selama aspek yang diukur belum berubah. Reliabilitas sering diterjemahkan dengan
keterpercayaan, keterandalan, keajengan (stability) atau kemantapan
(consistency). Pada hakikatnya, reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya, artinya beberapa kali seperangkat instrument atau
alat penilaian diujikan kepada subjek yang sama dalam kurun waktu yang berbeda
atau instrument yang paralel pada subjek dan waktu yang sama, akan memberikan
hasil yang “tetap”,”ajeg” selama aspek yang diukur belum berubah. “Tetap”
mengandung arti kapanpun isnstrumen penilaian tersebut digunakan akan
memberikan hasil yeng relatif sama. Adapun “ajeg” berarti hasil pengukuran saat
ini menunjukkan kesamaan hasil bila diberikan pada waktu berlaianan terhadap
siswa yang objektivitas.
Selain
valid dan reliable, ada juga yang dilengkapi dengan analisis butir (guna
mengetahui tingkat kesukaran dan indeks diskriminasi setiap butir, khususnya
untuk instrument jenis tes), objektivitas, praktikabilitas, ekonomis, taraf
kesukaran, dan daya pembeda, yaitu sebagai berikut:
a) Objektivitas
Instrumen atau alat
penilaian hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subjektifitas pribadi
penilai atau evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh
subjektifitas yang tidak bisa dihindari, hendaknya evaluasi atau penilaian
dilakukan mengacu pada pedoman terutama menyangkut masalah kontinuitas dan
komprehensif.
Penilaian harus
dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan penilaian yang berkali-kali
dilakukan maka penilai atau evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang keadaan audience yang dinilai. Penilaian yang diadakan secara on the
spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang
objektif tentang keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan
sangat mengganggu hasilnya.
b) Praktikabilitas
Sebuah intrumen atau
alat penilaian dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat
praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri mudah dilaksanakan, tidak
menuntut peralatan yang banyak, memberi kebebasan kepada audience mengerjakan
yang dianggap mudah terlebih dahulu, mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi
pedoman skoring serta kunci jawaban, dan dilengkapi petunjuk yang jelas
sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.
c) Ekonomis
Pelaksanaan penilaian
menggunakan instrumen atau alat penilaian tersebut tidak membutuhkan biaya yang
mahal tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
d) Taraf
Kesukaran
Instrumen yang baik
terdiri atas butir-butir instrumen atau alat penilaian yang tidak terlalu mudah
dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang
audience mempertinggi usaha memecahkannya dan sebaliknya kalau terlalu sukar
membuat audiece putus asa serta tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi
karena di luar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini
diberi simbol p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.
e) Daya
Pembeda
Daya pembeda sebuah
instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang
pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan
rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index Diskriminasi. (Ulianta, Artikel
Pendidikan).